Senin, 22 Oktober 2012

sejarah bahasa indonesia


Nama : Fajar Sidiq Permana
Kelas   : 3 EB 21
NPM    : 22210574

SEJARAH BAHASA INDONESIA
Sumber dari bahasa Indonesia adalah bahasa melayu. Bahasa melayu diambil sebagai sumber karena bahasa melayu pada saat itu disebut lingua franca (bahasa perantara), melayu digunakan seluruh asia tenggara diberbagai kegiatan yang ada di masyarakat. Sejarah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 36“bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.

Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Madura, bahasaMelayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain-lain.
Fungsi utama bahasa adalah :
  1. Bahasa kebudayaan
  2. Bahasa perhubungan
  3. Bahasa perdagangan
  4. Bahasa resmi kerajaan

Semenjak itu perkembangan bahasa melayu terus meningkat pemakaiannya di nusantara. Perubahan nama dari bahasa melayu ke bahasa Indonesia dimulai atau di awali pada saat terjadinya sumpah pemuda 28 Oktober 1928 dimana, Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi BahasaIndonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
            Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia karena diantaranya:
  1. Bahasa melayu merupakan lingua franca
  2. Sistem bahasa melayu sederhana karena tidak mengenal tingkatan bahasa
  3. Kerelaan suku-suku bangsa yang ada di nusantara memakai bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia
  4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan 
Peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia diantaranya sebagai berikut:
  1. Tahun 1901 disusun ejaan pertama yaitu ejaan Van Ophuijsen
  2. Tahun 1908 berdiri balai pustaka
  3. Tahun 1928 terjadi sumpah pemuda yaitu penentuan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
  4. Tanggal 25-28 Juni 1938 Kongres B.I pertama di Solo
  5. Tanggal 18 Agustus 1945 di akui dalam UUD ’45 (Pasal 36) sebagai bahasa negara
  6. Tangal 19 Maret 1947 ejaan kedua dibuat menggantika ejaan sebelumnya yaitu ejaan Soewandi (ejaan Republik)
  7. Tanggal 16 Agustus ejaan yang disempurnakan (EYD) yang diresmikan dan mulai di berlakukan secara resmi mulai 31 Agustus 1972
  8. Kongres bahasa Indonesia ke VI 28 Oktober-2 November 1993 berhasil membentuk :
    1. Kamus besar bahasa Indonesia
    2. Tata bahasa baku baku Indonesia
Faktor-faktor yang Menyebabkan Bahasa Melayu dapat Diterima menjadi Bahasa Nasional Ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa Nasional. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, bahasa melayu telah digunakan sebagai bahasa kebudayaan,yaitu sebagai bahasa yang digunakan dalam buku-buku yang dapat digolongkan sebagai hasil sastra.

 Selain itu, bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa resmi dalam masing-masing kerajaan nusantara yaitu sekitar abad ke 14. Selain itu harus diingat bahwa penyebaran bahasa Melayu bukan hanya terbatas pada daerah sekitar selat Malaka atau Sumatera saja, jauh lebih luas dari itu. Ini dapat dibuktikan dengan terdapatnya berbagai naskah ceritayang ditulis dalam bahasa Melayu  pada berbagai tempat yang jauh dari Malaka. Dengan datangnya orang-orang Eropa ke Indonesia, fungsi bahasaMelayu sebagai bahasa perantara dalam perdagangan semakin intensif. Orang-orangEropa malah tidak sadar telah ikut memperluas penyebaran bahasa Melayu.
Jadi, sejak lama, dari masa Sriwijaya juga Malaka yang saat itu merupakan pusat perdagangan, pusat agama, dan ilmu pengetahuan, bahasa Melayu telah digunakan sebagai Lingua Franca atau bahasa perhubungan diberbagai wilayah Nusantara. Dengan bantuan para pedagangdan penyebar agama, bahasa Melayu menyebar ke seluruh pantai di nusantara,terutama dikota-kota pelabuhannya. Akhirnya, bahasa ini lebih dikenal olehpenduduk Nusantara dibandingkan dengan bahasa daerah lainnya. Telah ditemukan beberapa bukti tertulis mengenai bahasa Melayu tua  ada berbagai prasasti dan inkripsi. Bukti-bukti berupa prasasti antara lain:
a.Prasasti kedukan bukit (Palembang) tahun 683
b.Pasasti talang tuo (Palembang) tahun 684
c. Parasati kota kapur (Bangka) tahun 686
d. Prasasti karang brah i(jambi) tahun 832
f. Prasasti Bogor (bogor) tahun 942



Sedangkan dalam bentuk inskripsi diantaranya, Gandasuli di daerah Kedu, Jawa Tengah, bertahun 832M. Adanya berbagai dialek bahasa Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara adalah merupakan bukti lain dari pertumbuhan dan persebaran bahasa Melayu.

BAHASA INDONESIA SEBAGAI JATI DIRI


Nama    : Fajar Sidiq Permana
Kelas     : 3 EB 21
Npm      : 22210574

Bahasa Indonesia Sebagai Jati Diri

Era globalisasi merupakan tantangan kita bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. kita dituntut untuk dapat mempersiapkan diri dengan baik dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa.
Salah satunya dengan adanya fenomena bahwa bahasa asing lebih diprioritaskan oleh berbagai masyarakat, terutama oleh kalangan masyarakat kelas atas yang dari segi finansial cukup memadai. Adanya anggapan bahwa bahasa asing lebih bersifat maju dan memiliki gengsi sosial yang lebih tinggi. Dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang dengan bangga menggunakan bahasa asing di setiap kesempatan. Menjadikan bahasa asing sesuatu yang penting untuk dikuasai dan dipelajari.
Bahkan di beberapa media cetak dan media elektronik diketahui bahwa beberapa artis dan masyarakat kelas atas lainnya mendidik, mengajari, dan menggunakan bahasa asing (bahasa inggris) kepada anaknya sejak mereka belajar berbicara pertama kali. Dengan alasan agar memudahkan anaknya kelak dalam menguasai bahasa asing ketika berhadapan dengan era global, dimana dituntut memiliki keahlian berbahasa asing yang baik, terutama bahasa asing.
Hal ini merupakan suatu ironi yang sangat menyedihkan. Karena dengan alasan apapun, penggunaan bahasa asing sejak mulai belajar berbicara adalah suatu sikap yang tidak dapat ditolerir. Karena kebanggaan dan kehormatan terhadap bahasa indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara tidak dapat dibeli dan tergantikan oleh apapun.
Oleh karna itu bahasa menunjukan bangsa dan siapa kita, Dua hal yang menyangkut perilaku bahasa. Pertama, pada saat kita berbahasa Indonesia seharusnya kita menggunakannya sedemikian rupa sehingga jati diri kita sebagai bangsa Indonesia tetap tampak dan terjaga. Kedua, pada saat kita menggunakan bahasa daerah, hendaknya bahasa daerah yang kita gunakan itu juga mencerminkan jati diri keetnisan kita masing-masing. Dengan kata lain, jati diri sebagai bangsa ataupun suku bangsa/kelompok etnis perlu ditampilkan dalam setiap pandangan, sikap, dan perbuatan yang salah satu bentuk pengungkapannya adalah perilaku berbahasa.
Pemahaman kita terhadap jati diri bangsa lazim menggunakan konsep kebudayaan (dalam arti seluas-luasnya) sebagai kerangka acuan.Apabila jati diri itu diukur dengan menggunakan parameter perilaku berbahasa, maka konsep kebudayaan itu perlu difokuskan pada seberapa jauh acuan yang lazim disebut faktor sosial budaya. Dampak faktor sosial budaya terhadap perilaku berbahasa ini, seharusnya tidaklah sama anata persoalan yang diakibatkan oleh pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa daerah kelompok etnisnya yang sangat dipengaruhi dan diwarnai oleh hubungan emosional yang bersangkutan terhadap kedua jenis bahasa itu.
Upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa perlu terus dilakukan dalam berbagai sektor kehidupan dengan mengoptimalkan potensi dan pemanfaatan bahasa Indonesia sebagai bahsa negara. Pengoptimalan potensi bahasa Indonesia mengandung makna ganda, yaitu pemantapan norma bahsa yang dibarengi pemerkayaan kosakata berikut peristilahanya. Diupayakan melalui pemanfataan sumber-sumber di luar bahasa Indonesia, baik yang terdapat dalam bahasa daerah maupun bahasa asing.
Melalui pemantapan norma bahasa dan pemerkayaan kosakata serta peristilahanya itu, bahasa Indonesia diharapkan tetap berperan sebagai alat pengungkap yang efektif untuk berbagagai pikiran, pandangan, dan konsep. Pemerkaya kosakata dan peristilahan bahasa Indonesia merupakan proses yang sudah sangat alamiah sifatnya dalam setiap peristiwa kontak bahasa. Yang perlu diupayakan ialah agar bahasa yang berstatus lemah menggali dan memanfaatkan sumber-sumber kekayaan bahasa yang berstatus kuat untuk kepentingan diri nya tanpa harus mengorbankan identitas atau jati dirinya. Adapun istilah dan kata yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia harus kita indari pemakaiannya karena hali itu akan mengotori atau mencemari ciri keindonesiaan bahasa persatuan dan bahsa negara kita. Pemantapan norma bahsa dan pemerkayaan kosakata berikut peristilahannya itu harus diupayakan tanpa harus mengorbankan ciri keindonesiaan bahasa indonesia sebagai lambang jati diri bangsa.















Minggu, 10 Juni 2012

Tulisan Hak Paten

 

 Tulisan Hak Paten

Nama : Fajar Sidiq Permana

NPM  : 22210574

KELAS : 2 EB 21

 

 

HAK PATEN

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten:

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek :
Prosedur Pendaftaran Paten

(Berdasarkan Undang-undang Paten No. 14 Tahun 2001)


1.
Permohonan Paten diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat).



2. Pemohon wajib melampirkan:

a. surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melalui konsultan Paten terdaftar selaku kuasa;

b. surat pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu;

c. deskripsi, klaim, abstrak: masing-masing rangkap 3 (tiga);

d. gambar, apabila ada : rangkap 3 (tiga);

e. bukti prioritas asli, dan terjemahan halaman depan dalam bahasa Indonesia rangkap 4 (empat), apabila diajukan dengan hak prioritas.

f. terjemahan uraian penemuan dalam bahasa Inggris, apabila penemuan tersebut aslinya dalam bahasa asing selain bahasa Inggris : rangkap 2 (dua);

g. bukti pembayaran biaya permohonan Paten sebesar Rp. 575.000,- (lima ratus tujuh puluh lima ribu rupiah); dan



3. Penulisan deskripsi, klaim, abstrak dan gambar sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf c dan huruf d ditentukan sebagai berikut:

a. setiap lembar kertas hanya salah satu mukanya saja yang boleh dipergunakan untuk penulisan dan gambar;

b. deskripsi, klaim dan abstrak diketik dalam kertas HVS atau yang sejenis yang terpisah dengan ukuran A-4 (29,7 x 21 cm ) dengan berat minimum 80 gram dengan batas sebagai berikut:


- dari pinggir atas : 2 cm
- dari pinggir bawah : 2 cm
- dari pinggir kiri : 2,5 cm
- dari pinggir kanan : 2 cm

c. kertas A-4 tersebut harus berwarna putih, rata tidak mengkilat dan pemakaiannya dilakukan dengan menempatkan sisinya yang pendek di bagian atas dan bawah (kecuali dipergunakan untuk gambar);

d. setiap lembar deskripsi, klaim dan gambar diberi nomor urut angka Arab pada bagian tengah atas dan tidak pada batas sebagaimana yang dimaksud pada butir 3 huruf b (1);

e. pada setiap lima baris pengetikan baris uraian dan klaim, harus diberi nomor baris dan setiap halaman baru merupakan permulaan (awal) nomor dan ditempatkan di sebelah kiri uraian atau klaim serta tidak pada batas sebagaimana yang dimaksud pada butir 3 huruf b (3);

f. pengetikan harus dilakukan dengan menggunakan tinta (toner) warna hitam, dengan ukuran antar baris 1,5 spasi, dengan huruf tegak berukuran tinggi huruf minimum 0,21 cm;

g. tanda-tanda dengan garis, rumus kimia, dan tanda-tanda tertentu dapat ditulis dengan tangan atau dilukis;

h. gambar harus menggunakan tinta Cina hitam pada kertas gambar putih ukuran A-4 dengan berat minimum 100 gram yang tidak mengkilap dengan batas sebagai berikut:


- dari pinggir atas : 2,5 cm
- dari pinggir bawah : 1 cm
- dari pinggir kiri : 2,5 cm
- dari pinggir kanan : 1 cm

i. seluruh dokumen Paten yang diajukan harus dalam lembar-lembar kertas utuh, tidak boleh dalam keadaan tersobek, terlipat, rusak atau gambar yang ditempelkan;

j. setiap istilah yang dipergunakan dalam deskripsi, klaim, abstrak dan gambar harus konsisten satu sama lain.

referensi :

http://www.sbu-siujk-kadin.com/HAKPATEN.html                                                      















Perlindungan Konsumen

Nama : Fajar Sidiq Permana
NPM  : 22210574
Kelas  : 2 EB 21



perlindungan konsumen

Perlindungan konsumen
Setiap hari kita selalu membeli dan menggunakan barang, itu menunjukan bahwa kita adalah berperan sebagai konsumen dalam kejidupan sehari-hari. Tapi bagaimana dengan pengertian konsumen? Apakah anda sudah tahu tentang pengertian konsumen?? Berikut adalah sedikit tentang konsumen dan pengertiannya
Pengertian Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.
Yang dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
Sedangkan dalam ilmu ekonomi ada 2 cara dalam memperoleh barang, yaitu:
· Membeli. Bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara membeli, tentu ia terlibat dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan konsumen memperoleh perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut.
· Cara lain selain membeli, yakni hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara yang kedua ini, konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan pelaku usaha. Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari suatu perjanjian. Untuk itu diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk peraturan yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal ini UU PK.
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,

2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,

3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;


5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.


Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,

4.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,

6.Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
Berdasarkan pasal 6 dan 7 undang-undang no 8 tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut :

1. hak pelaku usaha

• hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
• Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
• Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa konsumen.
• Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
• Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

2. kewajiban pelaku usaha

• bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
• Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
• Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
• Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
• Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi .
• Memberi kompensasi , ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan.
• Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA


Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :

1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.

Sanksi-sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata :
· Ganti rugi dalam bentuk :

o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan

· Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
· Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Referensi:


 

Senin, 28 Mei 2012

Hukum Dagang



Nama: Fajar Sidiq Permana
kelas : 2 EB 21
NPM : 22210574

 Hukum Dagang

sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah  dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh kuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari.
Ada isitlah lain yang perlu untuk dijajarkan dalam pemahaman awal mengenai hukum dagang, yaitu pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan. Pengertian perniagaan dapat ditemukan  dalam kitab undang-undang hukum dagang sementara istilah perusahaan tidak. Pengertian perbuatan perniagaan diatur dalam pasal 2 – 5 kitab undang-undang hukum dagang Dalam pasal-pasal tersebut, perbuatan perniagaan diartikan sebagai perbuatan membeli barang untuk dijual lagi dan beberapa perbuatan lain yang dimasukkan dalam golongan perbuatan perniagaan tersebut. Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa pengertian perbuatan perniagaan terbatas pada ketentuan sebagaimana termaktub dalam pasal 2- 5 kitab undang-undang hukum dagang sementara pengertian perusahaan tidak ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang.

Ø  BENTUK – BENTUK BADAN USAHA

Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusaha-an, walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi.

Ø PT (Perseroan Terbatas)

 PT adalah badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak serta kewajiban para pendiri maupun pemilik. Berbeda dengan bantuk badan usaha lainnya, PT mempunya kelangsungann hidup yang panjang, karena perseroan ini tetap berjalan meskinpun pendiri atau pemiliknya meninggal dunia. Tanda keikut sertaan seseorang sebagai pemilik adalah saham yang dimilikinya. Saham sebagai alat ukur peran dan kedudukan kepemilikan perusahaan. Setiap pemegang saham akan mendapatkan devi-den yaitu laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham.
Tanggung jawab pemegang saham kepada pihak ketiga terbatas pada modal sahamnya. dengan kata lain, bahwa tanggung jawab pemilik terhadap kewajiban-kewajiban financial ditentukan oleh besarnya modal yang diikut sertakan pada perseroan. Keterlibatan dan tanggung jawab para pemilik terhadap utang piutang perusahaan terbatas pada saham yang dimilikinya.

Ø KOPERASI
Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomirakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

Bentuk dan Jenis Koperasi
Jenis Koperasi menurut fungsinya
1. Koperasi pembelian/pengadaan/konsumsi adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota sebagai konsumen akhir. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pembeli atau konsumen bagi koperasinya.
2. Koperasi penjualan/pemasaran adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai di tangan konsumen. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pemasok barang atau jasa kepada koperasinya.
3. Koperasi produksi adalah koperasi yang menghasilkan barang dan jasa, dimana anggotanya bekerja sebagai pegawai atau karyawan koperasi. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pekerja koperasi.
4. Koperasi jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh anggota, misalnya: simpan pinjam,asuransi, angkutan, dan sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pengguna layanan jasa koperasi.

Apabila koperasi menyelenggarakan satu fungsi disebut koperasi tunggal usaha (single purpose cooperative), sedangkan koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi disebut koperasi serba usaha (multi purpose cooperative).

Jenis koperasi berdasarkan tingkat dan luas daerah kerja
1.    Koperasi Primer
Koperasi primer ialah koperasi yang yang minimal memiliki anggota sebanyak 20 orang perseorangan.


2.    Koperasi Sekunder
Adalah koperasi yang terdiri dari gabungan badan-badan koperasi serta memiliki cakupan daerah kerja yang luas dibandingkan dengan koperasi primer. Koperasi sekunder dapat dibagi menjadi :
3.    koperasi pusat - adalah koperasi yang beranggotakan paling sedikit 5 koperasi primer
gabungan koperasi - adalah koperasi yang anggotanya minimal 3 koperasi pusat
induk koperasi - adalah koperasi yang minimum anggotanya adalah 3 gabungan koperasi

Jenis Koperasi menurut status keanggotaannya
1.    Koperasi produsen adalah koperasi yang anggotanya para produsen barang/jasa dan memiliki rumah tangga usaha.
2.    Koperasi konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang/jasa yang ditawarkan para pemasok di pasar.
3.    Kedudukan anggota di dalam koperasi dapat berada dalam salah satu status atau keduanya. Dengan demikian pengelompokkan koperasi menurut status anggotanya berkaitan erat dengan pengelompokan koperasi menurut fungsinya

YAYASAN
Yayasan adalah suatu badan usaha, tetapi tidak merupakan perusahaan karena tidak mencari keuntungan. Badan usaha ini didirikan untuk sosial dan berbadan hukum.

BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
Jenis-Jenis BUMN
1.    Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

2.    Perusahaan Umum (Perum)
Perusahaan Umum(PERUM) adalah suatu perusahaan negara yang bertujuan untuk melayani kepentingan umum,tetapi sekaligus mencari keuntungan.

3.    Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_usaha
http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Negara
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/14/bentuk-bentuk-badan-usaha/





Senin, 07 Mei 2012

Hukum Perikatan

HUKUM PERIKATAN


v Definisi hukum perikatan

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu  terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.


v  Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.

1.
 Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

2.
 Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)

a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
.

Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.

b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
.


3.
 Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).




v Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
Ø  Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Ø  Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum

v Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni

1.      Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2.      Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.


3.      Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.


v Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu :
1) Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
2) Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain.


Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Misalnya A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang tersebut :
– Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
- Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
- Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
Pembebasan utang
Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
Dengan pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan : (1) pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang, (2) pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama, (3) pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
Musnahnya barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut. Sebelu ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku. Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah pasti karena wali dari A atau A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar jual beli dan penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.
Syarat yang membatalkan
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif. Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.
Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.
Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam

lampau waktu, yaitu :
(1). Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut
”acquisitive prescription”;
(2). Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan
dari
tuntutan, disebut ”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis.


Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/wanprestasi-dan-akibat-akibatnya/
http://www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan
http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan